CAHYAMEDIA (BANDARLAMPUNG) – Melalui R.A.H. & CO Attorney at Law dan keluarga korban minta media “kawal” kasus pelecehan seksual anak di bawah umur sehingga pelaku FRD masuk penjara.
Hal itu terungkap ketika pengacara Ridho Abdulah Setiawan dan keluarga korban, Restu Dwipa Aruna Tedy, mengadakan jumpa pers terkait peristiwa pelecehan seksual terhadap murid (11) kelas 6 SD Islam At-Tamam di Caffe Jl Ryacudu Way Dadi Sukarame Bandarlampung, Kamis (31/10/2024).
Dalam jumpa pers ini menekankan bahwa saat ini pelaku mendapat “keistimewaan” dari Polres Bandarlampung. Pasalnya, pelaku berinisial FRD selaku guru yang semula ditahan kini mendapat “penangguhan penahanan” oleh Polres Bandarlampung.
Pihak pengacara Ridho Abdulah Setiawan meminta kepada Kapolda Lampung dan Kapolres Bandarlampung untuk menangguhkan pelaku FRD dari “penangguhan penahanan” oleh Polres Bandarlampung. Jebloskan lagi pelaku FRD kepenjara agar tidak terjadi lagi hal serupa kepada korban-korban anak didik lainnya, serta pelaku tidak melarikan diri.
Ridho juga menambahkan, memang benar penangguhan itu wewenang pihak kepolisian, tapi pihak kepolisian wajib ada indikator.
“Pelaku tidak melarikan diri dan yang kami sayangkan adalah polisi ini tempat masyarakat mengadu dan mencari keadilan. Kalau ada penangguhan ini dengan alasan hanya untuk pelaku menempuh pendidikan S2 dan memperbaiki hubungan kepada istrinya yang belakang diketahui diduga sebagai Selebgram MUA yang cukup terkenal di Lampung kira-kira adil gak teman-teman untuk korban di rumah berbulan-bulan takut berangkat sekolah, takut ketemu teman, takut ketemu orang, menurut kami sangat tidak adil,” papar Ridho.
Ia menambahkan, kami belum mendapatkan secara resmi SP2AP, kami belum mendapatkan rilis pasal yang ditetapkan kepada tersangka.
Tujuan jumpa pers ini, Ridho berharap pihak-pihak terkait Dinas Pendidikan untuk periksa sekolah tersebut, karena salah satu wali murid datang kerumah korban untuk menanyakan bagaimana sebenarnya peristiwa ini, karena pelaku masih berkeliaran di lingkungan sekolah.
“Karena anak saya sekolah disitu, bagaimana sih duduk persoalannya? Terkait untuk sanksi saya berharap dinas-dinas terkait dan Dinas Pendidikan untuk periksa bahwa benar diduga ada korban-korban lainnya. Wajib kita menduga memang wajib, kita tidak tahu karena secara psikologis seorang anak yang masih di bawah umur, saya rasa itu dia mendapatkan perlakuan seperti itu dia tidak bisa menolak, mereka tidak ada interaksi mau atau tidak, pasti dia mau, apalagi yang melakukannya orang yang dipercaya baik oleh mereka. Mudah-mudah melalui forum ini bisa Dinas Pendidikan melakukan audit atau pemeriksaan kepada anak-anak didik secara personal. Mungkin melalui unit PPA provinsi bisa turun langsung ke sekolah tersebut untuk mengetahui ada korban lainnya tidak,” jelas Ridho.
Sedangkan dari pihak keluarga Restu Dwipa Aruna Tedy, menjelaskan, adik kami ini putri bungsu dari 5 bersaudara, satu satunya perempuan di keluarga kami.
“Setiap hari adik kami sekolah diantar dan dijemput oleh kami, dia diantar jam 6.30 dan dijemput jam 15.00 sore, sampai di rumah adik kami istirahat, pukul 16.00 adik kami berangkat ngaji di Masjid A’Duha, namun tanggal 26 September ada ekstrakulikuler tapi adik saya mendapat pelecehan seksual oleh pelaku hari itu,” jelasnya.
Sebelumnya, ada apa dengan Polres Bandarlampung? Kenapa oknum guru FRD yang juga Ketua Yayasan SD Islam At-Tamam mendapat “penangguhan penahanan”, apakah ini tidak mencoreng institusi Kepolisian? Sebab kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur merupakan Tindak Pidana Kejahatan Perlindungan Anak UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP dalam Pasal 1 UU 17/2016.
Kasus pelecehan seksual ini dilaporkan kakak korban, Restu Dwipa Aruna Tedy ke Polres Bandarlampung pada tanggal 2 Oktober 2024 pukul 20.02 WIB, dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/1456/X/2024/SPKT/POLRES BANDARLAMPUNG/POLDA.
Peristiwa ini bermula pada hari Jumat, 20 September 2024 sekitar pukul 11.00 WIB, pelaku FRD mengajak korban kedalam mobil untuk membeli peralatan sekolah. Di dalam mobil pelaku selanjutnya melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap korban (maaf) disuruh memegang dan “memainkan” kemaluan pelaku sampai mengeluarkan air mani (sperma).
Kebejatan oknum guru FRD ini tidak sampai disitu saja pada tanggal 26 September 2924 terulang lagi kejadian pelecehan seksual di sekolah, pelaku menyuruh korban untuk naik ke ruangan kelas yang berlokasi di lantai 2 dengan alasan untuk mengunci kelas, lalu pelaku mengikuti korban dan pelaku memeluk lalu mencium bibir korban, dan pada 29 September 2024 pelaku melakukan aksinya lagi di dalam mobil.
Dengan rentetan peristiwa pelecehan seksual ini korban murid kelas 6 SD tersebut mengalami trauma psikis saat ini. (Jun)
Comment